Jumat, 11 Juni 2010

FRONTEIRA

1. EXT. BUKIT – SORE.

MOCHTAR (27 tahun) tampak kumal, memakai kaus yang kotor dan mengenakan celana pendek dengan tangan terikat ke belakang berlari serampangan menghindari tembakan. SUARA TEMBAKAN KERAP TERDENGAR. Kondisi tanah yang tidak rata membuatnya harus turun naik menyelamatkan diri.

Tampak terengah-engah saat sesekali berhenti di balik sebuah pohon besar, untuk menoleh ke belakang, dimana hanya TERDENGAR TEMBAKAN tanpa terlihat sosok asal tembakan itu. Mochtar kembali berlari dengan kecepatan yang sama. Satu tembakan hampir mengenai tubuhnya, membuatnya semakin mempercepat larinya. SEKALI TERDENGAR TEMBAKAN, KEMUDIAN SUNYI. Mochtar mempercepat larinya menuju dataran yang lebih tinggi.

2. EXT. JURANG – SORE.

Mochtar berhasil mencapai puncak dataran yang tinggi itu. Tapi ia terhenyak saat mengetahui kalau dibalik tanah yang tinggi itu adalah jurang. Ia tidak sempat berbalik, maka Mochtar terperosok ke dalamnya. Tubuhnya meluncur deras berguling-guling di jurang yang cukup terjal itu. SESEKALI SUARA TEMBAKAN MASIH TERDENGAR.

3. EXT. SUNGAI – SORE.

Tubuh Mochtar yang meluncur berguling-guling akhirnya jatuh ke dalam sungai kecil dengan arus yang tidak terlalu deras namun dalam.

LAYAR HITAM.
JUDUL, ‘FRONTEIRA’.

Tubuh Mochtar menelungkup tersangkut pada sebuah batu di tepi sungai. Hanya kepala dan sebelah tangannya yang berada di atas air. LANGKAH KAKI MENDEKAT. Air sungai memantulkan DUA SOSOK ANAK KECIL yang mengangkat tubuh Mochtar dan membawanya ke tepi.

4. EXT. HUTAN – MALAM.

Mochtar tergeletak di atas tumpukan daun kering. Beberapa bagian di kepalanya terlihat terlapisi ramuan dari dedaunan yang ditumbuk. Tampak api unggun kecil yang diatasnya terpanggang daging binatang. Ada semacam bifak alam berukuran dua orang yang terbuat dari daun rumbia kering yang letaknya agak jauh dari api unggun itu.

Duduk berhimpitan di dekat api, menatap lekat, LOPE (16 tahun) perempuan yang memangku senapan dan BETO (11 tahun) lelaki yang menggenggam pisau. Lope tengah minum dari batok kelapa ketika dengan tiba-tiba Beto bangkit. Setengah berlari menghampiri Mochtar yang masih tertidur dengan pisau terhunus. Lope yang menyadari hal itu segera melempar batok kelapa di tangannya demi menggagalkan maksud Beto.

Tubuh yang kecil itu didorongnya sampai terhempas ke tanah, pisau di tangan Beto pun terjatuh. Kedua anak kecil itu saling menatap dengan tajam, Lope yang berdiri dan Beto yang tersungkur serta pisau yang tergeletak diantara mereka.

BETO
(keras)
Kita tidak tahu siapa dia, Kak.

BETO
(keras)
O lahatene se mak nia, Mana.

Dengan tatapan tajam, Lope menggelengkan kepalanya kepada Beto lalu menyita pisau itu. Tiba-tiba TERDENGAR ERANGAN DARI MULUT MOCHTAR. Dengan ketakutan Beto bangkit dan berlindung di balik tubuh Lope yang juga terlihat gugup dengan mengacungkan senapannya ke arah Mochtar.

Perlahan Lope dan Beto mundur dengan tetap mengarahkan ujung senapan ke tubuh Mochtar. Kaki Beto menabrak kayu penyanggah daging binatang di atas api. Mereka kaget, Beto langsung berusaha mengambil daging binatang yang jatuh dan mengambalikannya seperti semula sehingga MENIMBULKAN SUARA YANG GADUH. Itu membuat Mochtar terhenyak dan bangkit duduk.




MOCHTAR
(gelagapan)
Tunggu, tunggu. Jangan tembak
saya. Tenang. Jangan tembak.

MOCHTAR
(gelagapan)
Hein, hein. Labele tiru hau.
Kalma, lalika tiru.

Mochtar memperhatikan sekeliling sambil menggerakkan tangannya dengan maksud menenangkan kedua anak di depannya.

BETO
Dia orang Indonesia, Kak.

BETO
Nia ema Indonesia, Mana.

Beto masih berlindung di balik tubuh Lope yang tetap mengacungkan senapannya ke arah Mochtar. Sesekali Mochtar memegangi kepalanya dan MENGERANG.

BETO
(keras)
Siapa kamu? Apa yang kamu lakukan
disini? Ini bukan negara kamu.

BETO
(keras)
O se?........................

MOCHTAR
(gugup)
Saya.

MOCHTAR
(gugup)
Hau.

Mochtar tampak berpikir sejenak.

MOCHTAR
Saya tersesat di hutan ini.
saya pedagang.

MOCHTAR
Hau lao sala dalan iha ai
laran ne..................

BETO
(keras)
Jangan bohong. Mana daganganmu?
Lalu kenapa tanganmu terikat?
Kami melihat ada yang mengejarmu.

BETO
(keras)
Labele bosok................
Tan sa mak O nia leman kesi?
Ami lahare ema ida duni O.

Mochtar tampak gugup. Mulutnya gelagapan.

MOCHTAR
(gugup)
Saya haus. Tolong beri saya air.

MOCHTAR
(gugup)
Hau hamrok. Ajuda fo be hau.

BETO
(keras)
Jawab dulu pertanyaan saya.

BETO
(keras)
Hatan lai saida mak hau husu.

Lope mengarahkan senapannya ke batok kelapa berisi air yang sejak tadi memang sudah berada di dekat Mochtar. Mochtar menoleh ke arah batok kelapa itu, dan mulai mendekat untuk minum dengan rakus air dalam batok kelapa itu dengan mulutnya. Air di dalam batok kelapa pun tandas. Mereka saling bertatapan untuk beberapa saat sebelum Lope sedikit menggerakkan ujung senapannya untuk diarahkan ke wajah Mochtar. Mochtar langsung gugup.

MOCHTAR
(gelagapan)
Mereka ingin membunuh saya.
Untunglah saya berhasil lari
setelah lama ditawan. Terima kasih.

MOCHTAR
(gelagapan)
Sira atu oho hau. Sorti hau bele
halai husi sira nia limau. Obrigado.

BETO
(keras)
Mengapa kamu ditawan?

BETO
(keras)
Tamba sa mak sira kaer O?


Mochtar terdiam beberapa saat, wajahnya tampak berpikir keras.

MOCHTAR
Saya mau ke Dili.

MOCHTAR
Hau atu ba Dili.

BETO
(keras)
Bukan itu yang saya tanya.

BETO
(keras)
Bau la husu ida he.

Mochtar terlihat tidak bisa berkata-kata. Dahinya berkerut. Lope seperti mencium bau sesuatu, dan pandangannya pun tertuju ke daging di atas api. Ia dan Beto pun menghampiri daging itu dan mengeratnya di beberapa bagian lalu mulai memakannya. Terlihat Mochtar yang amat menginginkan daging itu dengan terus menatapnya.

Melihat wajah Mochtar itu, Lope mengerat sebagian daging dan dengan isyarat menyuruh Beto untuk memberikannya kepada Mochtar.


BETO
(keras)
Biar saja dia kelaparan, Kak.

BETO
(keras)
Husik ba nia hamlaha, Mana.

Tapi dengan tatapan tajam, Lope kembali mengulangi perintahnya dengan menyodorkan daging diatas selembar daun kepada Beto. Beto pun akhirnya bangkit dengan wajah kesal, dan melemparkan daging itu dengan kasar ke depan Mochtar. Mochtar langsung menggasaknya. Beto kembali duduk di samping Lope. Dengan mulut penuh makanan Mochtar menunjuk Lope.

BETO
(keras)
Dia tidak mau berbicara dengan
pembohong sepertimu.

BETO
(keras)
Nia lakohi koalia ho ema lohiten
hanesan O.

Mochtar terhenyak. Lope dan Beto tetap makan dengan lahap.

MOCHTAR
Bisakah kalian mengantar saya
ke Dili?

MOCHTAR
Bele ka lae imi lori hau ba iha
Dili?

BETO
(keras)
Tidak akan.

BETO
(keras)
Mak lae duni.

Mochtar mulai memasang wajah memelas.

MOCHTAR
(memohon)
Kasihanilah saya. Dagangan saya
dirampok. Saya ingin ke Dili.
Tapi saya tidak tahu jalan kesana.

MOCHTAR
(memohon)
Hanoin hau ba...............
Hau hakarak fila ba Dili.
Maibe hau lahatene dalan
ba iha neba.

Wajah Lope tampak senang dan seperti antusias dengan apa yang dikatakan Mochtar. sementara Beto hanya diam. Sedangkan Mochtar terlihat berpikir seperti mencari kebohongan lain.

MOCHTAR
(memohon)
Saya akan melakukan apapun untuk
membalas kebaikan kalian.
Tolonglah.

MOCHTAR
(memohon)
Hau bele halo saida deit, para
bele selu imi nia diak. Ajuda
hau ba.

BETO
(keras)
Kami tidak akan keluar dari
hutan ini. kau saja yang pergi
sana.

BETO
(keras)
Ami nungka atu sai husi au laran
ne. O bele ba agora, se O hakarak.


Wajah Mochtar tampak pasrah. Ia bergantian memandangi wajah kedua anak di depannya.

MOCHTAR
(memohon)
Tolonglah. Saya mohon. Antarkan
saya ke Dili.

MOCHTAR
(memohon)
Ajuda hau lai. Favor bot. Lori
hau ba Dili lai.

Lope tersenyum dan mengangguk. Sementara Beto kaget melihat anggukan Lope itu.

BETO
Untuk apa Kakak menolong orang
Indonesia?

BETO
Atu halo saida mak Mana hakarak
ajuda ema Indonesia?

Beto dan Mochtar saling menatap. Lalu Beto menatap Lope.

BETO
Kakak, kita tidak punya siapa-siapa
lagi. Jangan percaya kepadanya.

BETO
Mana, to ohiu loron ita mesak deit
iha ne. Lalika fiar ba nia.

Mata Lope seperti berusaha menjelaskan sesuatu kepada Beto yang terlihat mengerti dengan apa yang sebenarnya hendak dikatakan oleh Lope itu. Semacam harapan terlihat di bola mata dan senyum Lope. Sementara kening Mochtar berkerut karena tidak mengerti apa yang kedua anak itu perbincangkan.

BETO
Itu tidak mungkin, Kak. Biar saja
orang itu pergi sendiri, kita
jangan keluar dari hutan ini.

BETO
Imposibel, Mana. Husik deit ema
ne ba mesak, ita lalika sai husi
ai laran ne.

Lope terus diam.

BETO
Aku tidak percaya dengan apa
yang dia katakan. Dia pasti
telah berbohong.

BETO
Hau la fiar saida mak nia hatete.
Nia lohi ona.

Lope masih terdiam. Beberapa saat kemudian ia meraih tangan Beto dan menggenggamnya. Mata Lope pun lembut menatap Beto. Itu adalah isyarat Lope agar Beto percaya dengan harapannya. Beto menatap Mochtar, beberapa saat.

BETO
(keras)
Apa yang mau membunuhmu itu
fretelin?

BETO
(keras)
Fretilin mak atu oho O ka?


MOCHTAR
Ya.

MOCHTAR
(gugup)
Hei sa.

Wajah Beto tampak curiga menghadap kepada Mochtar. Ia seperti menangkap kebohongan dari ucapan Mochtar. Tatapan mata Beto itu menimbulkan keresahan pada Mochtar. Ia terlihat tidak nyaman dengan tatapan itu.

MOCHTAR
Saya Mochtar. Siapa nama kalian?

MOCHTAR
Hau Mochtar. Imi nia naran?

BETO
Ini Lope.

BETO
(keras)
Ida ne Lope.

Beto menunjuk kepada Lope.

BETO
(lanjutan)
Saya Beto.

BETO
(lanjutan)
Hau Beto

Mochtar tersenyum kepada Lope.

MOCHTAR
Obrigado, Lope.

Lope membalas senyum Mochtar, lalu beranjak ke bifak untuk berbaring memeluk senapannya lalu memejamkan mata. Sementara wajah Beto terlihat masih menampakkan kecurigaan kepada Mochtar. Ia terus menatapnya, sementara Lope mulai tertidur. Mochtar pun gelisah dengan cara Beto memandangnya itu.

5. EXT. HUTAN – PAGI.

Beto tampak duduk murung di dekat abu sisa api unggun. Ia tertunduk sambil memainkan kayu yang telah menghitam, mengorek-ngorek tumpukan abu. Di hadapannya berdiri Lope yang mengacungkan senapan ke arah Mochtar di depannya yang tangannya masih terikat. Lope dengan perbekalan daging rusa kering yang dijalin pada akar tanaman menggantung di tubuhnya menatap Beto seperti menunggu.

Tapi Beto tetap diam. Maka dilemparkannya pisau yang disita semalam ke dekat kaki Beto, dan dengan isyarat menyuruh Mochtar untuk jalan. Tapi Mochtar belum beranjak, ia menatap Beto dengan sedih seperti berharap agar Beto mengubah keputusannya dan ikut dengan mereka. Lope pun mengarahkan ujung senapannya ke kepala Mochtar yang langsung melangkah dengan lemas. Sesekali Mochtar menoleh ke belakang untuk melihat Beto yang juga menatap kepergian mereka. Sementara ujung senapan Lope masih mengarah ke kepala Mochtar.

BETO
(berteriak)
Itu tidak mungkin, kak. Dia pasti
sudah mati. Kakak, kembali, Kak.

BETO
(berteriak)
Ne imposibel, Mana. Nia mate ona.
Mana, fila, Mana.

Beto terlihat menunggu Lope berbalik. Wajahnya menunjukkan ia berharap demikian. Tapi lope sama sekali tidak menoleh. Wajah Beto pun tampak sedih. Lope dan Mochtar terus melangkah.

6. EXT. HUTAN – PAGI.

Lope dan Mochtar berjalan menyusuri hutan. Lope dibelakang dengan moncong senapan mengarah kepada Mochtar yang jauh di depannya, namun masih dalam jarak tembak dan pandangan. Tiba-tiba TERDENGAR SUARA GEMERISIK MENCURIGAKAN, mereka berdua kaget dan saling menatap.

Tapi Lope tidak mengindahkannya dan dengan isyarat memerintahkan Mochtar untuk jalan. Tidak lama kemudian SUARA MENCURIGAKAN ITU KEMBALI TERDENGAR. Dengan tenang Lope terus melenggang tanpa mempedulikan meskipun Mochtar tampak ketakutan.

MOCHTAR
(berbisik)
Ada yang mengikuti kita.

MOCHTAR
(berbisik)
Iha ema tuir ita.

Namun Lope tetap tenang. Mereka masih berjalan. Sampai ketika SUARA ITU MAKIN MENDEKAT, Lope memerintahkan Mochtar untuk bersembunyi. Kedua orang itu setengah tiarap di balik gundukan tanah yang tinggi, menunggu sampai orang yang mengikuti mereka tiba dan langsung menyerangnya. Lope tampak tenang sementara Mochtar tegang. Dengan perlahan Mochtar mengambil ranting, ia dapat melakukan itu meski dengan tangan terikat. Lope membiarkan apa yang dilakukan Mochtar itu.

SUARA LANGKAH KAKI SEMAKIN MENDEKATI MEREKA. Dan ketika Lope dan Mochtar serempak bangkit, jelaslah kalau yang mengikuti mereka adalah Beto. Adegan ini terjadi tepat di atas gundukan tanah. Mochtar dan Beto tentu kaget dan seketika itu juga lega. Sedangkan Lope sepertinya memang sudah mengetahui kalau Beto sejak tadi mengikuti mereka.

Lope tersenyum melihat Beto dan Mochtar tampak ketakutan.

BETO
(memelas)
Aku takut sendirian, Kak. Lagipula
aku akan menjaga kakak.

BETO
(memelas)
Hau tauk mesak, Mana. e hau mos
tenke ser salva Mana.

Lope mengusap kepala Beto dengan lembut. Mochtar tersenyum melihat ulah kakak beradik itu. Mereka pun melanjutkan perjalanan, dengan Mochtar di depan dan Lope serta Beto di belakang, dengan senapan terarah. Jarak antara Mochtar dengan Lope dan Beto berjauhan. Tanpa sepengetahuan mereka, dari jarak yang amat jauh ada yang melihat mereka.

7. EXT. HUTAN – SIANG.

Jarak antara Mochtar yang berjalan di depan dengan Lope dan Beto yang mengacungkan senjata di belakang sedikit agak mendekat. Beto terus saja memperhatikan Mochtar dengan curiga.

MOCHTAR
Kalian tinggal di hutan ini?

BETO
(keras)
Mamang kenapa? Tidak boleh?

MOCHTAR
Mana Bapak kalian?

BETO
(keras)
Bapak kami di surga. Jalan.

Mendengar apa yang baru saja dikatakan Beto, raut wajah Mochtar mendadak berubah. Ia terhenyak dan dari matanya terlihat perasaan iba kepada dua anak itu. Langkahnya pun sampai terhenti demi berbalik memandangi Lope dan Beto bergantian.

Mereka dihadapkan kepada sebuah pohon besar yang tumbang, melintang merintangi jalan.

BETO
(tersenyum)
Kau percaya aku bisa melompatinya,
Kak?

BETO
(tersenyum)
O Fiar hau bele haksoit, Mana?

Lope hanya menggeleng sambil tersenyum dengan bentuk bibir seperti meremehkan. Mochtar perlahan tersenyum melihat Beto yang melakukan ancang-ancang hendak berlari.

BETO
(tersenyum)
Mau bertaruh?

BETO
(tersenyum)
Hakarak taru?

Lope melepaskan jalinan daging rusa kering dari tubuhnya dan meletakkannya ke tanah.

BETO
Hahaha. Aku tidak akan membaginya
biarpun kakak menangis kelaparan.

BETO
Hahaha. Hau lakohi fahe maske mana
tanis hamlaha.

Lope tersenyum dan Mochtar TERTAWA KECIL. Beto pun mulai berlari.

BETO
(berteriak)
Jangan menyesal, Kak.


BETO
(berteriak)
Labele arepende, Mana.

Beto berhasil melompati batang pohon itu, Mochtar TERTAWA, Lope hanya tersenyum. Tapi saat Beto masih berlari setelah melompati batang pohon itu, kakinya terkena jebakan binatang. Beto BERTERIAK, dari kakinya mengucur darah karena tertusuk kayu runcing.

Mochtar dan Lope segera melompati pohon itu dan menghampirinya. Beto MENANGIS, sementara Lope dengan tergesa-gesa berusaha melepaskan jebakan binatang itu tapi tidak juga berhasil. Rupanya butuh kekuatan lebih untuk membukanya.

Mochtar bukannya diam saja. Meski tangannya terikat, usahanya untuk membuka jebakan itu tidak lebih kecil dari Lope. Wajahnya pun ikut panik. Tapi jebakan tidak juga berhasil terbuka. TANGISAN BETO MAKIN KERAS, Lope pun menghunus pisau dan memutuskan ikatan di tangan Mochtar.

Mochtar dengan lebih leluasa berhasil melepaskan Beto dari jeratan jebakan binatang itu. Darah segar segera mengucur dari kaki Beto. Mochtar langsung merobek kausnya dan melititkannya ke kaki Beto untuk menghentikan pendarahan. Beto masih MENANGIS. Lope melihat ke sekeliling dan memerintahkan mereka untuk kembali berjalan dengan isyarat tangan.

MOCHTAR
Tidak. Dia harus cepat diobati.

MOCHTAR
Lae. Nia tanke kura la lais.


Dan dengan isyarat Lope memutar kepalanya dan melihat ke pepohonan sekitar, lalu menggelengkan kepalanya.

Mochtar menggendong tubuh Beto yang masih MENANGIS di pundaknya. Sementara Lope masih mengacungkan senapan kepada Mochtar. Tapi jarak antara mereka semakin dekat. Perjalan dilanjutkan dengan kecepatan lebih.

8. EXT. SUNGAI – SENJA.

Mereka tiba di tepi sungai yang lebar dengan arus yang deras tapi dangkal. Beto masih MENANGIS dalam gendongan Mochtar, dan Lope sedikit di belakang mereka dengan telah membawa beberapa lembar daun obat. Mereka mulai menyeberangi sungai dengan berjalan kaki.

MOCHTAR
Laki-laki itu tidak boleh menangis.
Katanya mau melindungi kakak?

MOCHTAR
Malele lebale tanis. Dehan atu hein
mana?

Beto menghentikan tangisannya, tapi air matanya tampak masih keluar karena menahan perih. Sampai di seberang sungai, Mochtar mendudukkan Beto. Mochtar melihat ke sekeliling dan menunjuk ke sebuah arah kepada Lope.

9. EXT. HUTAN – MALAM.

Mereka duduk tanpa berbincang untuk beberapa saat. Tampak Beto yang terus saja memperhatikan Mochtar dengan curiga, dan Mochtar terlihat tidak nyaman dengan cara Beto menatapnya.

Posisi antara Mochtar dengan Lope dan Beto berseberangan dimana terdapat api unggung menjadi pemisah mereka. Tidak lama kemudian mereka beranjak tidur. Tampak Lope yang memeluk Beto, jadi senapan itu tergeletak saja disamping mereka. Dalam tidurnya, Mochtar dan Beto tampak tidak tenang.

10. EXT. PERKAMPUNGAN – FAJAR.

Di sebuah area yang cukup luas yang ditumbuhi rumput tinggi, Mochtar yang berseragam tentara Indonesia memegang senapan bersama SEJUMLAH TENTARA INDONESIA LAIN. Para tentara itu berjalan perlahan menuju sebuah kampung. Tampak SEORANG TENTARA DI DEPAN memberikan isyarat agar tentara yang dibelakangnya terus maju dengan langkah pelan. Mereka terus merangsek masuk ke perkampungan yang masih sepi itu.

11. EXT. PERKAMPUNGAN – PAGI.

Lope dan Beto yang saat itu masih kecil tengah bermain tatkala dari kejauhan TERDENGAR RENTETAN TEMBAKAN dari arah perkampungan. Dengan polos mereka berjalan mendekatinya. Terlihat BEBERAPA ANGGOTA TNI sedang mengejar PARA PEJUANG TIMOR BERSENJATA. TEMBAKAN DAN TERIAKAN SALING BEREBUT MEMENUHI UDARA.

12. EXT. PERKAMPUNGAN – FAJAR.

Suasana begitu kacau. Mochtar bersama tentara lain tampak mengejar PARA PEJUANG TIMOR BERSENJATA. SUARA TEMBAKAN DAN TERIAKAN TERDENGAR SAHUT-MENYAHUT.

13. EXT. PERKAMPUNGAN – PAGI.

Lope dan Beto melihat AYAH (27 tahun) dan IBU (23 tahun) mereka ada disana, sedang berlari menghindari kejaran. Lope baru akan berlari menghampiri kedua orang tuanya itu ketika secara tidak sengaja ibu mereka tertembak. Lope langsung membawa Beto tiarap dan menutup mulut adiknya yang MENANGIS, Lope juga mengeluarkan air mata.

LOPE
(menahan tangis)
Jangan bersuara.

LOPE
(menahan tangis)
Labele koalia.

Terlihat ayah mereka menangis di atas tubuh istrinya itu. Pria itu pun mengangkat tangan dan salah seorang anggota TNI membawanya. Tidak lama kemudian mayat ibu kedua anak itu diangkat dengan hormat. Lope dan Beto masih MENANGIS DENGAN SUARA TERTAHAN.

14. INT. RUMAH – PAGI.

Mochtar memasuki sebuah rumah. Ia begitu waspada dengan langkah perlahan dan mata yang awas memperhatikan seisi rumah itu. TERDENGAR SUARA LANGKAH KAKI BERLARI. Mochtar segera berlari menuju arah suara itu dan melepaskan tembakan.

Tampak SEORANG ANAK KECIL (10 tahun) tersungkur dengan darah dipunggungnya. Mochtar terhenyak, ia kaget dan tampak menyesal kalau yang ia tembak adalah seorang anak kecil. Wajahnya tampak sedih saat ia berjalan mendekati mayat itu.

15. EXT. PERKAMPUNGAN – PAGI.

Berlari mendekati mereka, SEORANG PEJUANG TIMOR BERSENJATA (25 tahun) yang langsung roboh ketika ditembak anggota TNI. Mayat pejuang itu pun dengan hormat diangkat. Perkampungan sepi, dengan perlahan Lope dan Beto keluar dari persembunyian mereka dan mengambil senapan milik pejuang itu. Beto terus MENANGIS MEMANGGIL KEDUA ORANG TUANYA saat Lope membawanya masuk ke dalam hutan.

BETO
(sesenggukan)
Papa. Mama.

BETO
(sesenggukan)
Apa. Ama.

Kedua anak kecil itu berlari cepat memasuki hutan. Tidak lama kemudian mereka pun lenyap.

16. EXT. PERKAMPUNGAN – PAGI.

Kampung itu telah sepi. Para tentara melemparkan obor ke atap yang terbuat dari daun rumbia dan dinding yang terbuat dari kayu nipah di setiap rumah yang berdiri itu. Dalam sekejap kampung itu terbakar. Terlihat raut wajah para tentara yang seperti takjub melihat kampung yang dipenuhi kobaran api itu. Sementara itu Mochtar dengan wajah penuh penyesalan menatap rumah yang tadi ia masuki.

17. EXT. HUTAN – PAGI.

Perlahan Mochtar membuka matanya, dan segera kaget saat menyadari ada ujung senapan di depan wajahnya. Terlihat Beto berdiri di depannya dengan sebelah kakinya yang masih tampak lemah. Mochtar terhenyak.

BETO
(keras)
Kamu tentara Indonesia.

BETO
(keras)
O elementus TNI.

Beto mulai mengokang senapan. Perlahan Mochtar bangkit duduk, dan Beto sedikit mundur. Saat itu Lope bangun dan melihat apa yang dilakukan Beto dengan senapan kepada Mochtar. Ia pun bergegas membawa tubuhnya ke depan Mochtar menghadap Beto. Ujung senapan jadi mengarah ke wajah lope.

BETO
(keras)
Aku sama sekali tidak percaya
kepada orang ini. Ia tentara
Indonesia, Kak.

BETO
(keras)
Hau nungka atu fiar ba ema ne.
Nia elementus TNI nian, Mana.

Mochtar tampak kaget dengan apa yang baru saja dikatakan oleh Beto, sementara Lope tajam menatap Beto.

BETO
(keras)
Minggir, Kak.

BETO
(keras)
Ses tiha, Mana.

Mata Lope makin tajam menatap Beto yang langsung ketakutan. Mochtar hanya diam.

BETO
(keras)
Kenapa kakak selalu membelanya?
Papa pasti sudah mati, kak.
Untuk apa ikut dengannya?

BETO
(keras)
Nusa mak mana sempre salua hela
nia? Apa kala mate duni ona, Mana.
Nusa mak ita tenke tuir nia?

Tatapan mata Lope masih setajam tadi. Beto menantangnya dengan mengarahkan senapan ke kepala Mochtar.

BETO
(keras)
Mengaku saja, kau tentara
Indonesia kan? Jangan bohong.
Itu kenapa Fretilin menawanmu.
Kau tentara Indonesia.
Ayo, mengaku.

BETO
(keras)
Hatete sai deit, O elementus
TNI to? Labele bosok. Ba hatete
sai deit.

Mochtar diam sejenak. Wajahnya pasrah dan tampak kalau kebohongannya terbuka. Sementara Lope terus memasang badannya untuk melindungi Mochtar, wajah Beto terlihat marah.

MOCHTAR
Ya. Saya tentara Indonesia.
Hampir setahun saya ditawan
fretilin, merekalah yang
mengejar saya kemarin.

MOCHTAR
Ne sa. Hau Elementus TNI. Besik
tinan ida ona fretilin kaer hau,
sira mak duni tuir hau horseik ne.

BETO
Kau dengar, Kak? Pasti dia yang
telah membunuh mama.
(kepada Mochtar)
Kau telah membunuh Mama kami.

BETO
O rona mana? Nia mak kala oho
ita nia inan.
(kepada Mochtar)
Kau telah membunuh Mama kami.

MOCHTAR
(heran)
Aku tidak membunuh Mama kalian.

MOCHTAR
(heran)
Hau la oho imi nian inan ida.

BETO
(keras)
Kalian menawan Papa kami, pasti
kalian telah membunuhnya.

BETO
(keras)
..........................

Lope pun kembali melindunginya. Beto menurunkan senapannya dengan kesal. Dan mulai berkata dengan lembut.

BETO
(lembut)
Dia musuh kita, Kak. Penjajah.
Kita aman dihutan, kak. Tidak
ada yang mengganggu kita, aku
akan selalu melindungi kakak.
Ayah sudah mati, ayah sudah
mati, Kak. Ayo kak, kita kembali.

BETO
(lembut)
Nia ita nia inimigo, Mana. Ita
aman hela iha ai laran, Mana.
Laiha ema atu bok ita, hau
sempre salva Mana. Apa mate ona,
apa mate ona, Mana. Mai ita fila
ona, Mana.

Tapi Lope tidak peduli dan malah menarik tangan Mochtar untuk melangkah meninggalkan tempat itu. Beto sedih bercampur kesal.

BETO
(berteriak)
Kakak.

BETO
(berteriak)
Mana.

Melihat Lope masih terus berjalan, Beto pun terpaksa mengikutinya dengan kaki terpincang sambil mengarahkan moncong senapan kepada Mochtar. Tiba-tiba Beto terjatuh. Ia MENGERANG sambil tangannya memegangi kaki yang terluka.

Lope langsung berbalik dan menghampiri Beto. Ia tampak berusaha mengurangi rasa sakit di kaki Beto dengan mengelus dan memijatnya lembut. Wajah Beto yang awalnya tampak kesakitan pun berubah, seperti apa yang telah dilakukan lope berhasil menyembuhkannya. Raut wajah Mochtar tampak terkesan dengan apa yang baru saja disaksikannya itu.

BETO
(lembut)
Aku tidak mau ditinggal
sendiri, Kak.


BETO
(lembut)
Hau la atu hela mesak. Mana.

Lope balas menatap Beto. Masih dengan raut wajah terkesan melihat adegan kakak beradik itu, Mochtar seperti ingat akan sesuatu hal. Mereka kembali melanjutkan perjalanan.

18. EXT. HUTAN – SIANG.

Mochtar yang menggendong Beto menatap Lope yang tiba-tiba berhenti. Lope menundukkan tubuhnya lalu terengah-engah. Mochtar dan Beto pun hanya memandangi Lope yang tampak kelelahan itu.

MOCHTAR
Apa kalian tidak lelah atau
lapar?

MOCHTAR
Imi lakole ka hamlaha?

BETO
(keras)
Kau tidak lihat ini?

BETO
(keras)
O lahare ida ne?

Beto menunjukkan senapan kepada Mochtar.

BETO
(lanjutan)
Jalan terus.

BETO
(lanjutan)
................

MOCHTAR
(memelas)
Lihatlah kakakmu.

MOCHTAR
(memelas)
Hare ba O nia mana.

Beto menatap kepada Lope yang terjongkok, tampak kelelahan.

19. EXT. HUTAN – PAGI.

Mochtar berlari dengan kencang. Di depannya, seekor ayam hutan berusaha menghindari kejaran Mochtar. Dan masuk ke dalam kurungan yang terbuat dari ranting yang dijaga oleh Beto. Mereka berdua TERTAWA. Mochtar mengeluarkan ayam itu dari kurungan dan kembali menggendong Beto yang menyandang senapan dan menggenggam pisau untuk meninggalkan tempat itu.


20. EXT. HUTAN – PAGI.

Dengan tangan kiri yang memeluk beberapa ranting kering, Lope tengah merunduk memunguti sebatang ranting kering ketika Mochtar yang menggendong Beto tiba bersama ayam hutan buruan mereka.

BETO
(berteriak)
Kakak, lihat apa yang kita dapat.

BETO
(berteriak)
Mana, hare ba saida mak ita hetan.

Lope tersenyum. Mereka pun saling mendekat. Tiba-tiba SEBUAH TEMBAKAN TERDENGAR. Mereka terhenyak. Ayam hutan itu pun berontak dan melepaskan diri. Mochtar langsung menarik tangan Lope yang segera menghamburkan ranting-ranting kering yang telah dikumpulkannya untuk berlari menjauh dari tempat itu. SEMENTARA SUARA TEMBAKAN TERUS TERDENGAR.

21. EXT. HUTAN – SIANG.

Mochtar yang menggendong Beto dan menarik tangan Lope berlari dengan cepat. Sementara SUARA TEMBAKAN TERUS TERDENGAR. Mochtar melihat ada gundukan tanah tinggi di sebelah kanan mereka. Ia pun membawa kedua anak itu menuju kesana.

22. EXT. DIBALIK GUNDUKAN TANAH – SIANG.

Mereka duduk berlindung di balik gundukan tanah tinggi itu dengan nafas tersengal. TERDENGAR LOPE MERINTIH. Tampak lengan kirinya berdarah. Mochtar dan Beto kaget melihat hal itu. Mochtar pun menengok lengan Lope, tampak luka terserempet peluru, dan kembali merobek kausnya untuk dililitkan ke bagian lengan Lope yang berdarah.

Wajah mereka tampak pucat, terutama Beto yang matanya merah, ia pun mendorong tubuh Mochtar untuk menjauhi Lope. Mochtar pun terjungkal, sementara Beto berdiri membidikkan ujung senapannya ke wajah Mochtar.

BETO
(keras)
Mereka pasti mengincarmu. Kau
memang harus mati.

BETO
(keras)
Sira aponta hela O. O tenke mate.

TEMBAKAN KEMBALI TERDENGAR dan hampir mengenai Beto. Mereka kaget, Beto kembali berjongkok. Lope masih MERINGIS. Dengan wajah marah Mochtar merebut senapan dari tangan Beto dan bangkit untuk menyandarkan dadanya ke gundukan tanah itu. Beto hanya memandanginya.

TEMBAKAN KEMBALI TERDENGAR. Mochtar pun melepaskan SATU TEMBAKAN. TERDENGAR TEMBAKAN BALASAN. Tembakan ke arah mereka semuanya meleset. Mochtar kembali membalas dengan MELEPASKAN BEBERAPA TEMBAKAN ke target yang berpindah-pindah. Sampai kemudian suasana menjadi hening. Mochtar pun menggendong Beto dan menarik tangan Lope untuk pergi dari tempat itu.

BETO
Mereka habis?

BETO
Sira hotu ona?

MOCHTAR
Aku tidak tahu.

MOCHTAR
Hau laha tene.

Mereka berlari dengan cepat.

23. EXT. HUTAN – SIANG.

Mochtar dengan menenteng senapan menggendong Beto naik turun bukit dengan Lope disampingnya. Mereka berlari sangat cepat. Wajah mereka menampakkan ketakutan.

24. EXT. HUTAN – SIANG.

Mochtar yang menggendong Beto dengan Lope disampingnya terus berlari. Saat itu Lope terjatuh. Mochtar segera mengangkatnya, dan memegang tangannya. Mereka terus lari dengan Mochtar yang menggandeng tangan Lope dan mengendong Beto.

25. EXT. PERKAMPUNGAN YANG TELAH DIBAKAR – SENJA.

Mochtar yang menggendong Beto dan menggandeng tangan Lope berlari dengan cepat keluar dari hutan dan memasuki sebuah area luas yang tampak sebagai perkampungan penduduk yang telah dibakar. Terdapat banyak tumpukan kayu dan abu yang berwarna hitam, pecahan tembikar, serta sisa-sisa perkakas yang tampak hitam di beberapa lokasi. Tumpukan kayu dan abu itu adalah bekas rumah-rumah yang habis dibumihanguskan. Ditambah angin yang bertiup kencang, Suasana di tempat itu jadi amat sepi dan mencekam.

Mochtar ternganga melihat keadaan di depannya, dengan gerakan kepala perlahan ia terus menatap sekeliling. Sementara itu wajah Beto tampak sedih. Mochtar masih tidak berhenti memandangi keadaan di sekelilingnya dengan wajah gusar. Itu membuat langkahnya sedikit melambat. Lope tampak lemas dan terengah-engah, Mochtar dan Beto memperhatikannya. Tapi beberapa saat kemudian Lope kembali bangkit dan berlari.

Beto menekan pisaunya ke leher Mochtar dan dengan isyarat matanya memandang senapan. Beto bermaksud meminta senapan yang ditenteng oleh Mochtar. Tampak dari wajah Mochtar yang sepertinya tidak ingin menyerahkan senapan itu kepada Beto, tapi dengan menekan pisaunya Beto memaksa. Dengan terpaksa Mochtar pun menyerahkan senapannya itu kepada Beto. Mereka lari lagi, kini tangan Lope sudah tidak lagi digandeng oleh Mochtar.

26. EXT. HUTAN – MALAM.

Mochtar bersama Lope dan Beto tidur saling berhimpitan, tampak tidak lagi ada jarak diantara mereka. Seperti saling melindungi dari hawa dingin dengan memberikan kehangatannya masing-masing. Terlihat Beto yang memeluk senapannya.

Mochtar bangkit duduk dan menatap kedua anak itu dengan wajah iba. Lama ia memperhatikan mereka sebelum membalikkan tubuhnya dan membelakangi kedua anak yang tengah tertidur itu lalu dengan mata waspada memperhatikan sekeliling seperti siap menghadapi apapun yang datang mencelakai mereka.

27. EXT. PADANG RUMPUT – SIANG.

Mochtar bersama Lope dan Beto berjalan amat dekat. Tiba-tiba Beto berhenti. Sementara itu Lope dan Mochtar terus saja melangkah.

BETO
(berteriak)
Kakak.

BETO
(berteriak)
Mana.

Kedua orang yang berjalan di depan itu pun berhenti dan berbalik. Lope dan Mochtar berhadapan dengan Beto.

BETO
(lanjutan)
Kakak, perbatasan Dili sudah
dekat. Kita antar dia sampai
sini saja. Tidak perlu mencari
Papa. Dia pasti sudah mati.

BETO
(lanjutan)
Mana, fronteira Dili besik ona.
Ita lori nia to’o iha ne deit.
La presija buka tau apa.
Apa mate ona.

Tapi Lope kembali berbalik dan membawa Mochtar melangkah.

BETO
(menantang)
Baik, aku akan kembali sendiri.

BETO
(menantang)
Diak, hau sei fila mesek.

Beto masih berdiri memandangi punggung Lope dan Mochtar dengan wajah sedih. Tampak di matanya harapan agar Lope mau ikut dengannya. Mochtar menoleh kepada Beto lalu menyentuh pundak Lope, mereka kembali berhenti. Mochtar pun berbalik dan memandangi Beto.

MOCHTAR
(lembut)
Kami ini tentara, tidak akan
membunuh tawanan. Percayalah,
Papa kalian pasti masih hidup.
Saya janji akan mempertemukan
kalian dengannya, ikutlah dengan
kami. Nanti siapa yang akan
menjaga kakak mu kalau kau tetap
tinggal di hutan? Papa mu pasti
senang melihat kau sudah tumbuh
besar. Kalian akan tinggal di Dili,
kau belum pernah kesana kan? Di
Dili kau bisa bersekolah. Bayangkan
apa yang bisa kalian lakukan disana
bersama papa kalian.

MOCHTAR
(lembut)
Ami ne tropaz, la oho ema nebe
ami kaer. Fiar ba, imi nian aman
sei moris. Hau promote sei lori
ba hasoru imi nian aman, tuir deit
ho ami. Se mak hein O nian mana se
O iha nafatin iha ai laran? O nia
aman sei kontenti hare O bot tan,
imi hotu sei hela iha Dili, O sidauk
hare niba to’o? Iha Dili O bele
eskola. Hanoin tok saida mak imi
bele balo iha neba hamutuk ho imi
nia aman.


Beto tampak berpikir sejenak. Lama mereka saling bertatapan sebelum Lope mengulurkan tangannya. Kembali Beto tampak berpikir sejenak, Lope pun memberikan senyumnya pada Beto. Dengan langkah berat dan terpincang akhirnya Beto menyambut tangan itu. Mereka pun berjalan bersama.

BETO
(pelan)
Kita kembali ke hutan saja, Kak.

BETO
(pelan)
Ita fila deit ba ai laran deit
ona, Mana.

Tapi tidak ada jawaban sama sekali.

28. EXT. POS PENJAGAAN TNI – SIANG.

Mochtar serta Lope dan Beto berjalan di padang rumput yang menanjak. Mereka berada di jalan setapak yang membelah padang rumput itu. Begitu sampai di puncak dataran itu dan melewatinya, terlihatlah sebuah pos penjagaan. BEBERAPA TENTARA yang berjaga di pos itu segera bersiap mengarahkan senjata masing-masing ke arah mereka.


TENTARA 1
(berteriak)
Berhenti. Turunkan senjata itu.

Melihat bebeberapa senjata mengarah kepadanya, Beto tempak gemetar. Refleks ia membalas mengarahkan senapannya ke arah pos.

BETO
(takut)
kakak. Kita pergi, kak.

BETO
(takut)
Mana. Ita ba deit, Mana.

Beto agak mundur sampai tubuhnya berada di puncak daratan tinggi itu. Mochtar bergerak maju, tubuhnya sengaja dijadikan penghalang bagi Lope dan Beto. Kedua tangannya diangkat.

MOCHTAR
(gugup)
Tahan. Saya Kopral Mochtar,
batalyon 502, operasi Seroja.
Sejak ’75 tertawan fretilin.

TENTARA 1
(berteriak)
Turunkan senjata itu. Angkat
tangan kalian.

Lope mengangkat tangannya, sementara Beto masih mengacungkan senapannya ke arah pos. prajurit di pos penjagaan tampak tegang.

MOCHTAR
(gugup)
Mereka bersama saya. Ayah mereka tertawan. Saya diantar mereka kesini, sebagai balas jasa, saya berjanji mencarikan ayah mereka.

TENTARA 1
(berteriak)
Turunkan senjata itu.

Tangannya masih terangkat ke atas, Mochtar berbalik menghadap Beto.

MOCHTAR
(gugup)
Ikuti perintahnya.

Beto masih menampakkan wajah takut. Perlahan ia menurunkan senapannya. Mochtar kembali berbalik menghadap pos. tampak prajurit di pos yang meskipun masih siaga, ketegangan tersisa di wajah mereka. TERDENGAR SUARA TEMBAKAN. Punggung Mochtar berdarah, ia segera roboh. Kontan prajurit di pos melepaskan tembakan ke arah Beto yang juga langsung tersungkur.

Sekejap Lope terdiam memandangi tubuh Beto yang roboh dengan darah di dadanya, ia segera menghambur ke arah tubuh itu. Lope MENANGIS memeluk Beto. SUARA RENTETAN TEMBAKAN KE ARAH POS KEMBALI TERDENGAR.

Seorang prajurit terkena tembakan. Tampak arah tembakan itu berasal dari BEBERAPA ANGGOTA FRETILIN yang bersembunyi. Tapi arah tembakan itu terlihat oleh prajurit di pos. mereka pun balas menembak ke arah tembakan itu. Baku tembak berlangsung. Sementara dengan payah Mochtar merangkak berusaha melintasi pos, sedangkan Lope menyeret tubuh Beto untuk kembali ke hutan. SUARA TEMBAKAN TERUS SAJA TERDENGAR SAHUT MENYAHUT DARI DUA ARAH.

29. EXT. DEPAN RUMAH MOCHTAR – PAGI.

Tampak adegan tangan melepaskan gelang lalu mengenakannya pada orang lain.

ISTRI MOCHTAR
Jangan cuma gelang ini yang
kembali.

Itu adalah ISTRI MOCHTAR (22 tahun) yang memberikan gelangnya pada Mochtar. Pada halaman sebuah rumah sederhana di suatu desa, yang kecil dan tampak tidak terawat, Mochtar yang berseragam Tentara Nasional Indonesia lengkap dengan memanggul sebuah tas besar, tampak tengah berpamitan dengan Istrinya yang hamil muda dan ANAK PEREMPUANNYA (4 tahun). Mochtar memegang perut istrinya.

MOCHTAR
(tersenyum)
Saat aku kembali, anak ini
pasti sudah bisa bicara.

Mochtar berjongkok dan mendekatkan wajahnya pada anak perempuannya. Ia menepuk-nepuk pipi anak perempuannya itu.

MOCHTAR
(tersenyum)
Kau jaga adikmu.

Anak perempuannya itu hanya mengangguk. Mochtar pun kembali berdiri menghadap istrinya.

MOCHTAR
(tersenyum)
Kalau anak ini bertanya,
katakan kalau ayahnya sedang
berperang.

Istrinya pun tersenyum. Mochtar berbalik menuju pagar yang terbuat dari bambu dan membukanya. Mochtar kembali menatap istri dan anaknya sembari menutup pagar. Monchtar pun memberi hormat. Anak perempuannya melambai. Kemudian seraya memantapkan posisi tas di pundaknya, ia pun melangkah dengan tegap meninggalkan rumahnya. Sementara istri dan anak perempuannya terus memandangi kepergian Mochtar.

30. EXT. POS PENJAGAAN TNI – SIANG.

Gerakan Mochtar yang merangkak dengan lemah menuju pos perbatasan terhenti. Ia mati dengan tangan kanan menjulur ke depan. Sedangkan DENGAN SUARA TANGISAN TERTAHAN Lope masih saja memeluk tubuh Beto yang sekarang telah kaku penuh darah.

Tampak prajurit di pos dan anggota fretilin yang bersembunyi sedang gencatan senjata. Suasana sunyi tanpa satupun tembakan terdengar.

SELESAI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar