Jumat, 11 Juni 2010

KABAR GEMBIRA

1. INT. MOBIL JENAZAH – PAGI.

NAZARUDIN (50 tahun) mengemudikan mobilnya sambil minum dari termos kecil. Wajahnya terlihat menahan rasa pahit. Kebanyakan rambutnya putih dan agak panjang sampai nyaris menutupi telinga. Ia mengenakan seragam terbuat dari kemeja dengan emblem yang menyatakannya sebagai pengantar jenazah sebuah rumah sakit. Ia kemudian menayalakan sebatang rokok dan menghisapnya dalam-dalam. Wajahnya tampak tenang.

Di dashboardnya tertempel foto perempuan berusia sekitar 20 tahun yang cukup manis. Juga terdapat alat komunikasi berupa radio panggil yang menyatu dengan dashboard.

Tampak dari kaca depan kalau Nazarudin tengah melewati sebuah gang dengan deretan rumah tak teratur di kedua sisinya. Saking kecilnya, gang itu hanya cukup untuk satu mobil. SEORANG TETANGGA (60 tahun), lelaki yang sedang duduk menyeruput kopi di teras rumah mengangkat tangannya. Nazarudin balas mengangkat tangannya pada tetangganya itu.

Beberapa meter di depan datang ke arahnya sebuah motor pos dengan karung surat di kedua sisi belakangnya. Nazarudin menekan KLAKSON BEBERAPA KALI.

2. EXT. GANG – PAGI.

Sebuah mobil jenazah terus berjalan pelan, membuat motor pos itu berhenti dan terpaksa ke pinggir untuk memberi jalan pada mobil itu. Nazarudin dan TUKANG POS (25 tahun) saling menatap. Tapi karena jalan terlalu sempit, karung sebelah kanan motor pos itu sedikit terserempet dan kalau tidak karena Tukang Pos itu segera menopang dengan kakinya, ia bisa terjatuh.

Dengan wajah kesal tukang pos itu hanya bisa menatap ke arah mobil jenazah yang berjalan keluar gang.

3. INT. MOBIL JENAZAH – PAGI.

Nazarudin memutar kemudi ke kiri dan membawa mobilnya ke jalan yang lebih besar dan tampak ramai oleh kendaraan. Dari spion kanan dilihatnya Tukang Pos tadi mengacungkan jari telunjuk dan berusaha mendahuluinya. Membuat Nazarudin makin dalam menekan pedal gasnya. Terjadilah kejar mengejar untuk beberapa saat. Namun Nazarudin segera menepikan mobilnya saat dilihatnya Tukang Pos itu melambaikan selembar surat.

4. EXT. PINGGIR JALAN – PAGI.

Tukang Pos memarkir motornya di depan mobil jenazah. Lalu turun dan mengulurkan selembar surat.

TUKANG POS
Bapak Nazarudin? Sulit sekali
menemukan rumah bapak.

NAZARUDIN
Ya, saya. Apa ini?

Nazarudin menerima surat itu dan membaca alamat pengirimnya yang berasal dari Lampung. Setelah membuka amplop, dibacanya surat itu sementara Tukang Pos masih merapikan karungnya. Tampak pada wajah Nazarudin keceriaan yang sangat tatkala sampai pada akhir surat. Nazarudin turun lalu menyalami dan memeluk Tukang Pos.

NAZARUDIN
(riang)
Terima kasih de’!

Tukang pos memberikan lagi beberapa amlop surat yang sudah dikareti.
NAZARUDIN
Ini apa lagi?

TUKANG POS
Surat-surat untuk bapak yang
lain. Yang belum sampai.
Saya sudah beberapa hari
mencari alamat bapak, tapi
tidak ketemu. Hari ini pun
sampai harus mengejar bapak.

Sekali lagi Nazarudin memeluk Tukang Pos dan menepuk-nepuk pundaknya sebelum kembali ke kemudi. Tukang Pos itu hanya bisa ternganga menyaksikan mobil yang dikendarai Nazarudin bergerak cepat dengan SIRINE MERAUNG.



5. EXT. BEBERAPA RUAS JALAN JAKARTA – PAGI.

Mobil jenazah yang dikemudikan Nazarudin bergerak cepat. Sesekali ia membuka surat-surat lain di antrian tengah lampu lalu lintas.

6. INT. MOBIL JENAZAH – PAGI.

SIRINE MENYALA. Nazarudin mengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Dipandanginya terus dengan senyum lebar foto perempuan yang tertempel di dashboard dan tampak telah lama berada disana. Dari kaca depan terlihat beberapa kendaraan yang disalipnya. RADIO PANGGILNYA BERSUARA.

SEORANG PRIA (O.S.)
Pusat, pusat. Dipercepat.
Tugas menanti.

TERDENGAR SUARA TIDAK JELAS DARI RADIO PANGGIL. Nazarudin memukul radio panggilnya beberapa kali.

NAZARUDIN
Nggak ada yang laen?

SEORANG PRIA (O.S.)
Abis.

NAZARUDIN
Banyak banget. Tumben.

SEORANG PRIA (O.S.)
Banyak rejeki.

Nazarudin nampak berpikir sejenak. Bibir bagian bawahnya ia gigit.


NAZARUDIN
Nggak bisa, Saya ada keperluan
penting. Mau pulang kampung ke
Lampung.

SEORANG PRIA (O.S.)
Wah beneran nggak ada yang laen
nih, Pak. Kebetulan searah nih,
alamatnya di Pandeglang, nyimpang
dikit lah.

Nazarudin membuang nafas dengan berat, mulutnya berdecak. Kemudian menggelengkan kepalanya sebelum kembali mendekatkan radio panggil ke mulutnya.

7. EXT. JALAN – PAGI.

Mobil jenazah melaju cepat di jalan yang ramai dengan SIRINE MENYALA.

8. INT. MOBIL JENAZAH – PAGI.

SIRINE TERDENGAR. Jenazah telah ada di belakang. Nazarudin membaca dokumen jenazah. Dengan malas ia melipat dokumen itu dan memasukkannya ke dalam saku. Diliriknya terus foto di dashboard. Sembari memacu mobilnya lebih cepat lagi, senyumnya mengembang. Ia kemudian membakar sebatang rokok lagi dan menghisapnya dalam-dalam lalu seolah air wajahnya mengisyaratkan kedamaian.

Namun tiba-tiba wajah Nazarudin berubah pucat dengan nafas tersengal. Nazarudin mengurut dadanya dan TERBATUK. Ia membuang rokoknya keluar jendela. Awalnya perlahan, kemudian berangsur hebat. Digapainya termos kecil untuk meminum isinya, tapi rupanya isi dalam termos itu tinggal amat sedikit. Dengan masih menahan sesak dan batuk, Nazarudin memacu mobilnya makin cepat lagi.

9. EXT. DEPAN TOKO BUKU DAN ATK - PAGI.

Toko buku dan ATK yang letaknya di pinggir jalan besar ini masih terlihat sepi. SAFI’I (30 tahun), mengenakan pakaian sehari-hari dan sendal jepit, keluar dari dalamnya dengan tenang. Tiba-tiba TERDENGAR KERIBUTAN DARI DALAM TOKO. Safi’i kaget dan mempercepat langkahnya.

BUDI (7 tahun), anak lelaki berkepala plontos, berlari dari dalam dan telah keluar pintu toko, tapi kausnya ditarik oleh SEORANG PEGAWAI TOKO BUKU (25 tahun).

PEGAWAI TOKO BUKU
Mau kemana lo.

Budi berusaha berontak, barang-barang yang dicurinya berupa alat tulis seperti pensil dan penghapus pun berjatuhan dari dalam pakaiannya.


BUDI
(berteriak)
Bapak. Bapak.

Wajah Safi’i nampak ketakutan, tapi dia tidak berani menoleh, malah semakin mempercepat langkahnya dengan pandangan lurus ke depan. Sementara Budi masih terus berontak dari sergapan pegawai toko buku itu.

BUDI
(berteriak)
Bapak. Bapak.

Pegawai toko buku itu membawa Budi ke pinggir jalan dan menoleh ke arah Safi’i yang telah jauh berjalan dengan pandangan lurus ke depan. Saat ini mobil jenazah yang dikendarai Nazarudin lewat di depan toko buku itu.

PEGAWAI TOKO BUKU
Mana bapak lo?

BUDI
(berteriak)
Bapak. Bapak.

PEGAWAI TOKO BUKU
Kecil-kecil bukannya sekolah malah
jadi maling lo!

Pegawai toko buku itu membawa Budi yang masih terus berontak dan BERTERIAK ke dalam toko.

10. INT. MOBIL JENAZAH – PAGI.

Nazarudin masih nampak menahan sesak dan batuk dengan wajah pucat. Pandangannya tertuju pada sederet bangunan di sepanjang jalan yang ia lewati, dimana hanya terus terdapat rumah. Saat itulah ia melihat sebuah warung makan di sebelah kanannya. Ia melirik spion lalu memberikan lampu sign ke kanan dan membawa mobilnya berhenti di depan warung itu.

11. EXT. DEPAN WARUNG – PAGI.

Warung ini terletak di paling pinggir dari deretan warung-warung dengan beberapa kendaraan besar terparkir. Terlihat PEREMPUAN PENJAGA WARUNG (28 tahun) tengah membetulkan kompor minyak dengan kesulitan. SEORANG PENGUNJUNG (35 tahun) sedang makan.

Nazarudin datang dengan menenteng plastik berisi beberapa jenis tumbuhan obat dan termos. Tubuhnya lemas dan wajahnya nampak pucat.

NAZARUDIN
(lemas)
Mbak, tolong godokin ini dong.

Nazarudin menunjukkan plastik berisi beberapa jenis tumbuhan obat pada penjaga warung itu. Penjaga warung mengambilnya.

PENJAGA WARUNG
Sebentar ya, Pak. Kompornya rusak.
Biasanya bukan saya yang ngerjain
ini.

Safi’i datang dan mendekati mobil jenazah untuk melongok ke dalamnya. Nazarudin menyadarinya, mereka sempat bertemu pandang. Safi’i memperhatikan seragam pengantar jenazah yang dikenakan oleh Nazarudin. Nazarudin dan Safi’i masih saling pandang.

PENGUNJUNG WARUNG
Obat, Pak?

NAZARUDIN
Ho’oh.

Safi’i masih berdiri. Ia memperhatikan Nazarudin dan sesekali melongok ke luar.

NAZARUDIN
Masih lama ya, Mbak?

PENJAGA WARUNG
Aduh, sabar ya, Pak.

Melihat situasi ini, Safi’i berjalan mendekati penjaga warung untuk dengan tanpa basa-basi membantu membetulkan kompor itu. Dengan lancar Safi’i melakukannya hingga kompor menyala. Nazarudin memperhatikannya. Penjaga warung mulai merebus air.

NAZARUDIN
Direbus semua, tapi masukinnya
jangan sekaligus, harus satu-satu.
Airnya juga harus mendidih dulu.
Saya juga nggak tau kenapa,
disuruhnya gitu. Kalo udah
disaring terus masukin ke sini.

Nazarudin menjelaskan itu sambil menunjukkan semua ramuan obatnya dan termos. Safi’i keluar dari warung dan mendekati mobil jenazah Nazarudin.

PENGUNJUNG WARUNG
Lagi sakit kok kerja, Pak?

NAZARUDIN
Terus mau makan apa kalau nggak
kerja?

PENGUNJUNG WARUNG
Emang anak-anaknya nggak ngelarang?

Nazarudin hanya tersenyum. Penjaga warung datang dari dalam membawa termos kecil milik Nazarudin.

NAZARUDIN
Berapa, Mbak?

PENJAGA WARUNG
Terserah. Air panas doang.

Nazarudin memberi selembar uang kepada penjaga warung yang takjub dengan jumlah uang yang diterimanya itu.

PENJAGA WARUNG
Cepet sembuh, Pak.

NAZARUDIN
Amin.
(kepada pengunjung warung)
Ayo.

PENGUNJUNG WARUNG
Ati-ati, Pak.

Nazarudin berjalan ke arah mobil jenazahnya yang terparkir. Safi’i masih berdiri di dekat mobil itu, Nazarudin menepuk pundaknya kemudian memasuki mobilnya.


12. INT. MOBIL JENAZAH – PAGI.

Nazarudin baru MENYALAKAN MESIN MOBILNYA ketika tanpa seizinnya Safi’i masuk dan duduk di sebelahnya. Wajah Nazarudin tampak keheranan.

SAFI’I
Saya ikut, Pak.

NAZARUDIN
(tersenyum)
Saya mau anter itu dulu.
(menunjuk ke belakang)
Terus ke Lampung.

SAFI’I
Saya ikut, Pak.

NAZARUDIN
Kamu bisa nyupir, ga?

Safi’i mengangguk. Tampak raut berharap dari wajah Safi’i kala menatap Nazarudin. Nazarudin kemudian menatap wajah Safi’i dan tersenyum.

13. INT. MOBIL JENAZAH – SIANG.

NAZARUDIN
Safi’i?

Safi’i mengangguk sekali, dibalas dengan anggukan oleh Nazarudin beberapa kali. Mobil melaju cepat dengan sirine menyala melintasi jalan yang terdapat petunjuk jalan menuju Merak. Safi’I mengemudi dan Nazarudin duduk di bangku sampingnya.

Mereka melewati jalan yang terdapat kelokan menuju jalan kecil tidak beraspal. Ketika sekilas menoleh ke jalan itu, ia melihat ada PEDAGANG PARFUM DAN MINYAK RAMBUT (20 tahun) yang tengah berjalan. Wajah Nazarudin terkesiap dan berseru. Membuat Safi’i keheranan.
NAZARUDIN
Stop!

14. EXT. PINGGIR JALAN – SIANG.

Mobil jenazah itu mundur sampai tepat di mulut jalan dimana pedagang parfum berada. Kemudian masuk ke jalan tersebut.

15. EXT. JALAN – SIANG.

Mobil ini berhenti tepat di samping Pedagang parfum dan minyak rambut. Nazarudin turun dan menghampirinya. Safi’i terus memperhatikan apa yang dilakukan oleh Nazarudin. Nazarudin mengambil sebotol minyak rambut. Diperhatikannya botol minyak rambut itu sebelum kemudian mengambil beberapa jenis minyak wangi dalam botol-botol kecil.

NAZARUDIN
Kamu sudah menikah?
Senang ya, kalau sudah berkeluarga.

Nazarudin mengendus beberapa jenis minyak wangi ke seragamnya. Nazarudin menimbang dua jenis minyak wangi. Wajahnya nampak berpikir dan memilih.

PEDAGANG
Dua-duanya aja, Pak.

Sementara wajah Nazarudin nampak berpikir, dan kemudian mengoleskan kedua minyak wangi itu ke kemejanya lalu menimbang-nimbang. Pedagang itu menantinya dengan penuh harap. Nazarudin hanya tersenyum, lalu menggeleng.

NAZARUDIN
Nggak jadi deh. Minyak rambutnya
aja.

Nazarudin kembali meletakkan dua botol minyak wangi itu dan mengambil botol minyak rambut.

PEDAGANG
Yang laen, Pak? Dompet? gesper?

Nazarudin hanya menggeleng sambil merogoh sakunya.

NAZARUDIN
Jual selendang?

Pedagang tampak berpikir sebentar, lalu membuka tas gendongannya dan mencari kedalamnya. Ia lalu mengeluarkan sebuah kain bermotif batik yang masih terbungkus plastik dan memperlihatkannya kepada Nazarudin.

NAZARUDIN
(bersemangat)
Ini dia! Ada motif yang lain gak?

PEDAGANG
Tinggal satu-satunya pak.

Nazarudin nampak berpikir sebentar.

16. INT. MOBIL JENAZAH – SIANG.

SIRINE MENYALA. Safi’i mengemudikan mobil dengan kecepatan yang amat tinggi saat Nazarudin mengendus seragamnya yang harum dan mengamati selendang di tangannya. Wajah Safi’i tampak senang, sementara Nazarudin terlihat ketakutan bahkan kesulitan untuk minum dari termos. Diputarnya kemudi ke kanan dan ke kiri oleh Safi’i untuk menyalip kendaraan di depannya.

17. EXT. JALAN – SIANG.

Mobil jenazah itu melaju ugal-ugalan dengan SIRINE MERAUNG menyalip kendaraan-kendaraan di depannya. Kemudian menerobos pintu perlintasan kereta api waktu palang pintu baru saja bergerak turun.

18. INT. MOBIL JENAZAH – SIANG.

Mobil masih melaju dengan kecepatan tinggi. Nazarudin melongok ke belakang sebentar sebelum menatap kesal pada Safi’i.

NAZARUDIN
Saya minta kamu cepet bukan
berarti harus ugal-ugalan.
Pelan-pelan aja deh, nanti
malah kayak yang dibelakang
lagi.

Nazarudin menunjuk pada jenazah yang terbaring di belakang. Tapi Safi’i belum juga mengurangi kecepatan. Sekali lagi kemudi diputar untuk menyalip.

NAZARUDIN
(membentak)
Kamu denger nggak!

Wajah Safi’i mendadak berubah setelah Nazarudin membentaknya. Ia terus memandangi foto milik Nazarudin yang tertempel di dashboard kemudian mengeletnya untuk dilihat lebih dekat. Melihat itu Nazarudin segera meraihnya. Nazarudin berusaha menempelkan kembali foto itu namun setelah beberapa kali foto itu tidak juga dapat rekat. Maka ia pun memasukkan foto itu ke dalam saku seragamnya.
Kedua orang ini saling diam beberapa lama.

NAZARUDIN
Kamu sudah menikah?

Safi’i hanya mengangguk pelan.

NAZARUDIN
Sudah punya anak?

Safi’i diam agak lama. Nazarudin menanti jawaban
Safi’i. Tiba-tiba Nazarudin melihat sesuatu di
pinggir jalan. Sengaja ia mengeluarkan kepalanya
untuk memastikan apa yang tadi dilihatnya.

NAZARUDIN
(mengagetkan)
Berhenti. Berhenti.

Membuat Safi’i tersadar dari lamunannya. Mobil menepi, Nazarudin keluar.

19. EXT. PINGGIR JALAN – SIANG.

Nazarudin memungut sepasang sepatu bot kotor yang tergeletak begitu saja di pinggir jalan. Dipandanginya dengan wajah senang sepasang sepatu itu sebelum bergerak ke selokan kecil untuk mencucinya. Setelah bersih, ia kembali masuk ke dalam mobil. Tampak Safi’i hanya memperhatikannya.

20. INT. MOBIL JENAZAH – SIANG.

Safi’i langsung memacu mobil dengan cepat, membuat Nazarudin kaget. Wajah Nazarudin nampak kesal.

NAZARUDIN
Berhenti.

Safi’i pun mengerem mendadak.

NAZARUDIN
Gantian, kamu susah dibilangin.

Nazarudin pun membuka pintu.

21. EXT. JALAN – SIANG.

Nazarudin pindah ke kursi kemudi. Safi’i pun keluar dan berjalan ke belakang.



22. INT. MOBIL JENAZAH – SIANG.

Saat Nazarudin hendak segera menjalankan mobilnya untuk meninggalkan Safi’i, ia tidak menemukan kunci mobilnya. Dicarinya kebawah namun tidak juga ditemukan. Sampai kemudian Safi’i masuk dan melihat apa yang tengah dilakukan Nazarudin, lalu menyerahkan kunci ditangannya. Dengan wajah kesal Nazarudin menarik kunci dari tangan Safi’i dan segera menjalankan mobil dengan kecepatan tinggi namun tenang. Nazarudin dan Safi’i saling diam untuk waktu yang cukup lama. Pandangan Safi’i terlihat kosong, beberapa kali Nazarudin memergokinya.

NAZARUDIN
Kamu punya anak?

Pandangan Safi’i masih terlihat kosong.

NAZARUDIN
Kamu punya anak?

Kali ini Safi’i menoleh pada Nazarudin, tapi tidak menjawabnya. Mereka pun kembali saling diam.

NAZARUDIN
(sambil terkekeh)
Wah senang ya kalau punya anak.

Wajah Safi’i nampak tercekat dan menelan ludahnya dengan berat.

23. EXT. PINGGIR JALAN BAWAH POHON – SIANG.

Mobil ini berhenti di bawah sebuah pohon besar yang banyak terdapat di sepanjang jalan ini. Saat itu SEORANG TUKANG CUKUR KELILING (40 tahun) tengah lewat di atas bayangan. Nazarudin turun dari mobil dan memberi isyarat agar tetap di mobil kepada Safi’i sebelum mendekat kepada tukang cukur.

24. INT. MOBIL JENAZAH – SIANG.

Safi’i sedang duduk dengan pandangan kosong di kursi samping. Ia tidak melakukan apa-apa. Hanya terus menatap lurus ke depan, sementara TERDENGAR SUARA PERCAKAPAN ANTARA NAZARUDIN DENGAN PENCUKUR RAMBUT.

25. EXT. PINGGIR JALAN BAWAH POHON – SIANG.
Nazarudin menyentuh rambut bagian belakangnya. Tukang cukur melanjutkan pekerjaannya.

NAZARUDIN
(sambil tersenyum)
Saya harus tampil rapih untuk
menyambut hari baik ini.

26. INT. MOBIL JENAZAH – SIANG.

Safi’i terkejut oleh kedatangan Nazarudin dengan rambut yang telah rapi. Nazarudin memandang wajahnya di kaca sambil merapikan rambut.

NAZARUDIN
Gantian kamu yang nyupir ya?

Safi’i hanya menggeleng. Nazarudin tampak heran.

NAZARUDIN
Yaudah kamu turun.

Safi’i menggeleng lagi.

NAZARUDIN
Saya nggak akan jalan kalau kamu
nggak turun.

Safi’i diam saja, sementara Nazarudin menanti Safi’i turun. Tapi karena Safi’i tidak juga turun, Nazarudin pun MENYALAKAN MOBILNYA dan melaju dengan cepat. Wajah Nazarudin nampak kesal sedangkan Safi’i memandang kosong ke jalan.

Nazarudin mulai mengurut dadanya dan TERBATUK HEBAT kemudian menepikan mobil dan berhenti. Nazarudin masih TERBATUK HEBAT. Safi’i keluar dan berjalan ke depan, Nazarudin tersenyum licik sebelum berpindah ke tempat duduk penumpang. Kedua orang itu bertukar posisi. Mobil kembali melaju.

27. EXT. JALAN – SIANG.

Mobil itu tampak melaju di jalan yang sepi tanpa satu pun kendaraan yang lewat.

28. INT. MOBIL JENAZAH – SIANG.

Nazarudin melepaskan emblem pada seragam pengantar jenazahnya dengan silet sampai seragam ini jadi kemeja polos rapi.


NAZARUDIN
Saya sudah menantikan hari baik
ini sejak lama. Seneng banget
rasanya…

Kemudian memotong bagian atas sepatu bot hingga tampak bagai sepatu baru yang mengkilat. Nazarudin menampakkan wajah puas pada hasil pekerjaannya. Sementara Safi’i berkonsentrasi pada jalan.

29. EXT. JALAN – SIANG.

Safi’i masih mengemudi. Mobil berhenti. Nazarudin mengeluarkan kepalanya melalui jendela. Ia mulai mengamati sekeliling jalan yang dilalui. Nazarudin melihat jam tangannya dan kemudian bertanya pada SESEORANG yang ada di pinggir jalan.

NAZARUDIN
Misi, Pak. Tau alamat ini?

Nazarudin menyerahkan dokumen (peta) kepada orang itu.

SESEORANG 1
Ehm..kalo gak salah,bapak tinggal
lurus, dikit lagi kok pak.

NAZARUDIN
Makasih, Pak.

Mobil jalan kembali untuk beberapa saat lalu berhenti dan Nazarudin melongokkan kepala dan berbicara dengan SESEORANG 2 yang lewat. Kemudian mobil tersebut jalan lagi. Tak lama mobil menepi di depan SESEORANG 3 (25 tahun) yang sedang berdiri di pinggir jalan.

Nazarudin tampak berbicara dengan orang tersebut lalu kemudian naik ke mobil lagi.
Mobil kembali melaju. Mobil kemudian menepi di depan SESEORANG 4 (65 tahun) yang sedang berdiri di pinggir jalan. Nazarudin turun dan menghampiri orang tersebut

NAZARUDIN
(memperlihatkan kertas alamat)
Bapak tau alamat ini?

SESEORANG 4
Daerahnya bener disini, bapak
kayaknya kelewatan kalo dari
petanya disini, harusnya ada
di belakang tadi patokannya
yang ada jalan agak naik tadi pak.

NAZARUDIN
Bapak yakin?

SESEORANG 4
Dari lahir saya disini.

NAZARUDIN
Misi, Pak.

Mobil pun kembali melaju.

30. EXT. JALAN – SIANG.

Mobil jenazah itu melintas di jalan dimana terdapat tikungan curam yang tadi telah terlewati. Tapi arah laju mobil ini berlawanan dengan yang tadi.

31. INT. MOBIL JENAZAH – SIANG.

Nazarudin tampak gelisah sambil memperhatikan sekelilingnya. Ia mencoba menghubungi kantornya melalui radio panggil di mobilnya, namun TERDENGAR SUARA YANG TIDAK JELAS DARI RADIO PANGGIL ITU. Nazarudin memukul radio panggil itu beberapa kali, namun masih TERDENGAR SUARA YANG TIDAK JELAS DARI RADIO PANGGIL ITU. Safi’i mencoba memukul radio panggil itu beberapa kali dengan kekuatan yang lebih besar, hingga radio itu benar-benar tidak mengeluarkan suara.

Wajah Nazarudin nampak kesal, sementara terlihat penyesalan dari raut wajah Safi’i. Nazarudin sadar kalau alat itu telah rusak. Wajahnya tampak putus asa. Mobil menepi, Nazarudin pun turun tak lupa ia mengambil kunci mobil. Nazarudin mengamati sekeliling jalanan dan memperhatikan setiap kendaraan yang lewat. Sementara Safi’i terlihat gelisah.

SAFI’I
Pak, kita nunggu apa?

NAZARUDIN
Keluarga jenazah ini, janjiannya
di sini katanya!


32. EXT. DI DEKAT MOBIL – SIANG.

Nazarudin tampak merenung, sesekali ia melihat jam tangannya. Lalu ia mengeluarkan amplop berisi uang sekitar 1 juta rupiah dan menghitungnya. Nazarudin tampak gelisah dan ia sesekali melihat jam tangannya sambil mengamati sekeliling. Ia kemudian membakar rokok dan menghisapnya dalam-dalam, kali ini wajahnya kembali seperti mendapat ketenangan jiwa.

Sementara kendaraan lalu lalang, Nazarudin masih di posisi yang sama sambil sesekali melihat jam tangan dan sekitarnya. Jauh di belakang tampak SEORANG PRIA (30 tahun) membonceng WANITA BERKERUDUNG (25 tahun) dengan sepeda tua.

33. EXT. PUNCAK BUKIT – SIANG.

Nazarudin yang bertelanjang dada basah kuyup berkeringat, menyekop tanah dan menimbunnya ke atas timbunan tanah yang membumbung menyerupai makam. Seorang pria yang tampak juga lelah dan basah kuyup mengambil papan nisan sementara dan memasangnya di pangkal makam. Nisan itu bertuliskan “Ansori lahir: 1949 wafat: Jakarta, 9 September 2008”. Safi’i memandang Nazarudin dengan tatapan kosong dari dekat mobil.

Nazarudin kemudian memberikan secarik dokumen ke tangan seorang pria itu dan mereka pun bersalaman. Nazarudin mengembalikan uang yang sudah dilipat yang diberikan pria itu padanya. Pria itu menolak. Nazarudin berbisik padanya, baru ia tidak menolak ketika Nazarudin memasukannya ke dalam kantong bajunya. Nazarudin kemudian beranjak pergi sambil memegangi dadanya seperti ada sesuatu yang tertahan. Mobil pergi meninggalkan pria dan perempuan berkerudung yang tampak berdoa di dekat makam.

34. INT. MOBIL JENAZAH – SIANG.

Safi’i duduk di kursi kemudi dan Nazarudin di sampingnya. Mereka tampak berdiam diri untuk waktu lama. Sesekali Safi’i tampak hendak memandang kepada Nazarudin yang masih tampak kelelahan dan memegangi dadanya, tapi selalu diurungkannya.

35. EXT. JALAN – SIANG.

Mobil jenazah ini melaju cepat.

36. INT. MOBIL JENAZAH – SIANG.

Nazarudin minum dari termos kecil dan wajahnya nampak menahan rasa pahit. Diletakkannya termos itu kemudian. Safi’i meraihnya dan segera meminum isinya sampai habis tanpa merasakan pahit sedikit pun.

Nazarudin segera merebut termos kecilnya dan mengintip ke dalam yang kosong. Dengan wajah kesal diletakkannya termos itu di dekatnya. Dari kaca depan tampak sebuah masjid berdiri diantara hamparan sawah. Nazarudin mengacungkan jari telunjuknya ke arah masjid itu.

37. EXT. DEPAN MASJID – SIANG.

Nazarudin turun dengan membawa sepatu bot yang telah terpotong dan minyak rambut memasuki kamar mandi masjid.

38. INT. MOBIL JENAZAH – SIANG.

Safi’i sedang duduk dengan pandangan kosong di kursi samping. Ia mengambil buku dari saku belakang celananya dan diamatinya. Lama ia melakukan ini, sampai Nazarudin tiba. Safi’i pun terkejut.

39. EXT. DEPAN MASJID – SIANG.

Nazarudin muncul dengan telah berpakaian rapi sambil terbatuk-batuk dengan cukup hebat. Ia memakai sepatu bot yang dipotong, kemeja polos rapi hasil dari seragam, dan rambut klimis yang terolesi minyak rambut. Ia tersenyum kepada Safi’i.

40. INT. MOBIL JENAZAH – SIANG.

Kedua orang ini nampak diam dalam waktu lama. Terlihat sesekali Nazarudin memejamkan mata dan segera membukanya kembali. Nazarudin membuka suratnya dan membaca dan kemudian menempelkannya di dada. Sementara itu Safi’i terus mengemudi dengan tatapan kosong ke depan dimana jalanan lurus menitik.

41. EXT. JALAN LURUS – SORE.

Mobil melintas di jalan yang lurus dengan kecepatan tinggi.

42. INT. MOBIL JENAZAH – SORE.

Tampak di kejauhan terdapat simpang empat. Wajah Safi’i terlihat bingung. Sesekali ia menoleh kepada Nazarudin yang terlihat tidur pulas.

SAFI’I
Kemana lagi ni, Pak?

Nazarudin masih tertidur.

SAFI’I
Pak?

Ia pun memutuskan untuk mengambil jalan lurus.

43. INT. MOBIL JENAZAH – SORE.

Nazarudin masih tertidur. Sementara Safi’i celingukan dengan raut wajah tidak yakin dengan jalan yang diambil.

SAFI’I
Pak?

Safi’i tidak mendapat jawaban. Ia pun terus memacu mobil jenazah ini.

44. EXT. JALAN MENUJU PANTAI – SORE.

Mobil jenazah melewati jalan dimana terdapat deretan pohon kelapa dan pantai di kejauhan.

SAFI’I (O.S.)
Pak? Pak?

45. INT. MOBIL JENAZAH – SORE.

Tampak dari kaca depan mobil ini pantai telah membentang. Safi’i menghentikan mobil ini.

SAFI’I
Nyasar pak. Pak.

Safi’i tidak mendapat jawaban dari Nazarudin yang terlelap.

SAFI’I
Pak. Pak.

Karena Nazarudin tidak juga bergerak, Safi’i berusaha menggugahnya. Tapi Nazarudin tidak juga bergerak. Safi’i kembali menggugah Nazarudin yang masih tidak juga bergerak. Ketika mencoba sekali lagi, tubuh Nazarudin tampak lemas dan jatuh ke samping menempel pada pintu. Safi’i panik lalu segera keluar dari mobil.

46. EXT. PANTAI – SORE.

Dengan wajah bingung, Safi’i duduk di pasir memandangi mobil yang berhenti dengan pintu kemudi terbuka sehingga terlihatlah jenazah Nazarudin yang terduduk. Safi’i melakukan itu dalam waktu yang lama, duduk di pasir dengan pandangan kosong. Kemudian ia bangkit dan berjalan ke kursi kemudi untuk mengambil surat yang digenggam Nazarudin dan foto perempuan milik Nazarudin dari saku seragam.

Safi’i mulai membaca surat itu sampai selesai. Wajahnya berubah usai membaca surat itu. Ia menerawang lalu mulai meneteskan air mata. Ia mencoba menenangkan diri kemudian Safi’i bergerak mengeluarkan jenazah Nazarudin. Dibopongnya jenazah Nazarudin ke belakang mobil lalu diletakkan. Safi’i mulai membuka pintu belakang mobil dan memasukkan jenazah Nazarudin ke dalamnya. Ia kemudian mengambil sebuah buku dari kantung celananya dan memandanginya.

47. INT. MOBIL JENAZAH – SORE.

Safi’i memngemudikan mobil dengan lambat.Sesekali menoleh ke belakang memandangi jenazah Nazarudin yang telah dibungkus kain selendang milik Nazarudin dengan rapi, terus dilihatnya surat milik Nazarudin dan membaca alamat yang tertera di amplop. Ia juga kerap menatap selembar foto milik Nazarudin yang tergeletak begitu saja di dashboard.

PEREMPUAN (O.S)
Kepada Abang Udin yang tersayang,
anak kita sudah hampir lahir.
Kemarin aku dari dokter dan mereka
bilang anaknya laki-laki. Sesuai
harapan Kang Udin. Mudah-mudahan anak
kita lahir dengan selamat ya kang.
Tidak kekurangan sesuatu apapun.
Aku tau Kang Udin sibuk, kalau
seandainya tidak bisa pulang saat
ini juga tidak apa-apa. Perkiraan
anak kita akan lahir pada tanggal
11 September. Doa Istrimu selalu
menyertaimu.

Lalu membuka amplop dan menghitung uang yang ada disana. Ia pun memacu mobilnya lebih cepat lagi.

48. EXT. DEPAN TOKO BUKU DAN ATK – SENJA.

Budi tengah duduk murung di depan toko buku yang telah tutup ketika mobil jenazah berhenti di depannya dan keluarlah Safi’i dengan pakaian pengantar jenazah milik Nazarudin berikut sepatu boots dan rambut yang kelimis. Safi’i menyerahkan buku berjudul ‘Belajar Membaca’. Budi tersenyum. Mereka berpelukan erat. Safi’i tersenyum haru.

49. EXT. JALAN – SENJA MENJELANG MALAM.

Mobil jenazah itu melaju dengan cepat.

SAFI’I (O.S.)
I-N-I. Ini.

BUDI (O.S.)
I-N-I. Ini

SAFI’I (O.S.)
B-A-P-A-K. Bapak

BUDI (O.S.)
B-A-P-A-K. Bapak

SAFI’I (O.S.)
B-U-D-I. Budi.

BUDI (O.S.)
B-U-D-I. Budi. Ini Bapak Budi!

Mobil menuju ke jalan yang menunjukkan arah Lampung-Merak.




Selesai

Tidak ada komentar:

Posting Komentar