Jumat, 11 Juni 2010

PURNAMA DI PESISIR

1. EXT. PANTAI - SIANG.

Buih ombak menyapu pasir hitam, seekor keong berjalan diantara sampah-sampah yang terserak. Muncul sekop berkarat yang menggali-gali pasir oleh PEMUDA (20 tahun) bertopi SD yang sudah lusuh.
Terdapat beberapa lubang bekas galian pada pantai, tampak pula ember-ember berisi pasir dan karung-karung, keong kembali in frame di antara sampah-sampah dan rumput liar.
Tangan kecil NIRMA (13 tahun) sedang berusaha menggapai boneka yang terdampar diantara bebatuan. EMAN (40 tahun) dengan rambut gimbal dan berbaju sobek-sobek menjatuhkan dirinya untuk menangkap keong. Keong itu ia letakkan di tangannya.

EMAN
Lama nggak ketemu. Kamu mau coba lari ya? Saya udah suruh kamu cari istri sama anak-anak saya, inget kan? Kamu liat mereka nggak? Kenapa? Kan waktu itu saya bilang, istri saya cantik, kulitnya coklat, nggak terlalu tinggi, hidungnya pesek.

Sementara itu Nirma berhasil mengambil boneka yang rambutnya sempat tersangkut bebatuan dan sampah-sampah. Ia menoleh ke arah dermaga.
Pada dermaga kayu, tampak PEREMPUAN TIONGHOA (25 tahun) memegang guci berisikan abu almarhum, dan 2 LAKI-LAKI TIONGHOA (28 & 30 tahun) di belakangnya memegang foto almarhum dan bunga-bunga.

Agak jauh dibelakang mereka, CHONG (50 tahun) menyusul. Mereka, kecuali Chong, naik ke perahu yang terikat di ujung dermaga dengan dibantu oleh PENJAGA PERAHU (30 tahun), perahu mulai meninggalkan pantai, mereka semakin menjauh.

Chong hanya melepas kepergian mereka. MUS (28 tahun) sedang menggosokkan badan kapal sambil mendengarkan LAGU DANGDUT dari sebuah radio kecil. Pada latar belakang terlihat rumah-rumah bata yang berdiri dengan padat.

Mus menghampiri Chong, sambil melakukan salam dengan kedua tangannya, kemudian mengambil surat dari saku celana belakangnya.

2. INT. RUMAH NIRMA - SIANG.

Dari jendela yang terbuka, sambil memeluk boneka yang bagian mulutnya hilang dan kedua matanya memerah karena luntur, Nirma melihat Chong sedang membaca surat sambil berbicara dengan Mus yang sesekali menengok ke arahnya.

Chong kemudian memberikan amplop kepada Mus yang langsung menerimanya.
TERDENGAR DENGUNG LALAT DARI ARAH BELAKANG NIRMA.

3. EXT. PANTAI - SIANG.

Chong menepuk bahu Mus, kemudian beranjak dari dermaga. Mus maju ke arah papan yang memberitahukan akan ada pembangunan tanggul, Ia mulai menatap ke arah rumah Nirma.
Nampak rumah Nirma yang reot juga beberapa rumah lain, bangkai perahu dan jaring nelayan yang terjemur tanpa ada ikan, serta sejumlah karung pasir yang tersusun di pinggir tanggul.

Eman berdiri di atas bangkai perahu dengan jaringnya yang di ikatkan di lehernya, layaknya superhero dan mulai BERTERIAK ke arah laut.

EMAN
(berteriak)
Asiiih. Aku mau nyusul. Tapi gimana caranya? Satu bulan lagi, eh tiga bulan, eh nggak tau. Tapi aku mau nyusul, tapi aku nggak tau.

4. EXT. DEPAN RUMAH NIRMA - FAJAR.

Nirma sedang mengambil pasir dari karung pasir yang bocor, lalu ia tadahkan dengan ember. Nirma mondar -mandir mengambil pasir, masuk ke dalam rumahnya. Terlihat Eman sibuk dengan jalanya mengambil sampah-sampah, yang tersangkut di jaringnya.

EMAN
Ini lagi, ini lagi. Ikan sekarang udah pada pinter ya, susah ditangkepnya. Malah ginian mulu yang kena, hah.

Nampak beberapa tumpukan sampah yang sudah dikumpulkan oleh Eman, membukit di sekitarnya.

5. EXT. KAPAL MUS - FAJAR.

Mus memperhatikan dari balik kapalnya melihat keanehan Nirma yang mengumpulkan pasir ke dalam rumah.

6. EXT. JALAN DI PEMUKIMAN PESISIR - SIANG.

Mus sedang berjalan beriringan dengan DUA WARGA PESISISIR. Langkah Mus seakan tergesa-gesa.

WARGA PESISIR 1
Kapan lagi Mus? Chong udah baik mau bikin tanggul, kalau cuma gara-gara rumah-rumah itu terus nggak jadi, bisa kita kan yang kena pasang nanti.

WARGA PESISIR 2
Yang diminta Chong kan cuma satu, yang penting pemilik rumah-rumah itu mau digusur dengan rela. Tinggal rumah Malik doang tuh yang susah, masa lo nggak bisa usahain?

MUS
Kata Nirma, Malik lagi pergi. Gue nggak mau maen gusur aja, Chong juga, entar nunggu Malik pulang dulu.

WARGA PESISIR 2
Keburu banjir Mus.

MUS
Chong bilang gitu ke gue, lo aja sono ngomong ama orangnya sendiri.

Mus mulai menambah kecepatan langkahnya, meninggalkan dua warga yang segera berhenti.

7. INT. RUMAH NIRMA - MALAM.

Nirma tengah menyalakan beberapa lilin merah, terlihat plastiknya bergambar naga, lelehan lilin merah ini menghiasi meja yang berada di dekat tempat tidur Nirma.
Nirma membawa lilin ke depan bilik bapaknya, disana ia juga menyalakan beberapa lilin agar ruangan ini tampak terang. Ruangan rumah ini kecil, terbuat dari bilik dan bambu.

Ember tempat mengangkat pasir berada di dekat bilik bapaknya yang berantakan karena tertutupi berbagai macam barang. Terdapat peralatan nelayan bergantung saja di dinding bilik.

Nirma bersiap untuk tidur, angin mulai berhembus dan membuat jendela terbuka dan menutup. Bahkan pintu seperti ada seseorang yang memaksa masuk.
Nirma memeluk bonekanya dan menutupi seluruh badannya dengan kain. Tak lama air pasang masuk ke dalam rumah Nirma. Api lilin terlihat goyah dan redup.

8. INT. RUMAH NIRMA - PAGI.

Nirma tengah tertidur, nampak sinar pagi menyinari wajahnya, ia mulai membuka matanya dan melihat pasir hitam serta barang-barang berceceran.
Dari bilik bapaknya yang ditutupi meja, kursi dan beberapa barang lain, terlihat semakin berantakan karena pasir-pasir hitam keluar lagi dari dalamnya.
SUARA LALAT YANG MENDENGUNG TERDENGAR JELAS DARI BALIK BILIK ITU.

9. EXT. DEPAN RUMAH NIRMA - PAGI.

SEJUMLAH WARGA PESISIR sudah membawa beberapa bahan rumah tetangga Nirma, ada yang melewati Nirma dengan tatapan sinis. Melihat itu, Mus menghampiri Nirma, kemudian berjongkok di depannya.

MUS
Bapak kamu sudah pulang?

Nirma hanya terdiam dan melihat pendangan sinis warga. Wajah Mus terlihat mulai marah.

MUS
(marah)
Kamu jangan buat orang-orang disini susah ya. Kapan bapak kamu pulang?

Melihat Mus marah, warga tertegun, seperti baru melihat sosok lain seorang Mus.

MUS
Sampai besok bapak kamu nggak muncul, kita terpaksa bongkar rumah kamu juga.

Nirma masih terdiam memeluk bonekannya. Eman nampak sedang merebut potongan-potongan rumah yang tengah di bongkar oleh warga sambil menangis.
Tinggallah Nirma dan Mus di depan rumah Nirma. Wajah Mus kembali berubah, menjadi lembut setelah mengetahui tidak ada lagi warga di dekatnya. Mus juga mengusap kepala Nirma. Yang tadi ia lakukan adalah berpura-pura di depan warga.

10. EXT. PANTAI - SIANG.

Mus sedang menyiramkan badan kapalnya yang kotor akibat air pasang semalam. Ia melihat Nirma berjalan menuju krematorium.

11. EXT. KREMATORIUM - SIANG.

Nirma sedang mengintip proses pembakaran mayat dengan manual, pintu yang tertutup dan asap tebal. Tak lama pintu terbuka dan abu pembakaran mulai dimasukkan ke dalam guci. PARA PENZIARAH berbaju putih hitam yang duduk ditempat tersedia.

Terdapat jadwal pembakaran menempel di tembok, tak lama kemudian PENJAGA KREMATORIUM (30 tahun) mempersiapkan beberapa kayu dan minyak.

Nirma memperhatikan pengumpulan kayu tersebut, lalu meneruskan perjalanan ke tempat penyimpanan abu yang megah. Nirma melihat ada sesajen yang terdiri dari buah dan makanan.

PEREMPUAN PENJAGA SESAJEN (25 tahun) tengah tertidur. Tangan Nirma mengambil beberapa buah dan makanan, tampak lilin merah yang sama dengan yang ada di dalam rumah Nirma.

12. EXT. DEPAN RUMAH NIRMA - SIANG.

Mus mencoba menghampiri rumah Nirma, wajahnya seperti mengendus bau sesuatu yang menyengat. Di bagian belakang rumah Nirma, bilik-biliknya yang bolong menyita perhatian Mus karena baunya yang semakin menyengat dan terlihat lalat masuk ke dalam bilik yang berlobang itu.

Mata Mus mendekat semakin mendekati lobang. Namun dia terganggu oleh Eman yang melemparkan jaringnya ke tubuh Mus, sehingga Mus tampak kerepotan melepaskan jaring tersebut dan kesal melihat Eman yang mendekatkan wajahnya sambil tersenyum lebar.
Setelah berhasil melepaskan diri, Mus langsung meninggalkan rumah Nirma .

13. EXT. JEMBATAN SEMEN - SIANG.

Nirma menyembunyikan makanan di dalam bajunya yang kebesaran, berjalan terburu-buru. Ia melihat Mus sedang menyalakan radio. Mus juga menatapnya. Nirma berjalan ke arah rumahnya.

14. EXT. KAPAL MUS - SIANG.

Mus tengah menyalakan radio ketika melihat Nirma berjalan di di jembatan semen. Nirma menatapnya.

(OS) RADIO
Bulan purnama akan datang esok hari, bagi masyarakat yang tinggal di pesisir diharapkan untuk berhati-hati karena air pasang akan naik dan angin laut yang kencang bisa menyebabkan kerusakan.

15. EXT. PANTAI - SIANG.

Nirma memberikan makanan kepada Eman. Mereka berdua duduk di atas bangkai perahu yang menghadap ke laut. Eman membuat potongan-potongan terkecil dari kuenya dan baru ia makan satu persatu dengan amat hati-hati.

Nirma melihat ada beberapa karung pasir yang datang, dengan gerobak nampak pemuda bertopi SD mengangkat tumpukan karung pasir yang di susun pinggiran tanggul. Nirma memperhatikan gerobak itu dengan seksama.

16. EXT. DEPAN RUMAH NIRMA - MALAM.

Eman dan Nirma menyeret seprei yang membalut tubuh MALIK (30 tahun) yang basah dan lengket. Menaikannya ke dalam gerobak pasir, lalu mendorongnya ke arah krematorium.

17. EXT. KAPAL MUS - MALAM.

Suasana begitu gelap. Sesosok tangan merayap mematikan RADIO YANG SEBELUMNYA MENYALA.

18. EXT. KREMATORIUM - NIGHT.

Nirma membuka pintu ruangan untuk membakar mayat. Dibantu Eman, Nirma meletakkan beberapa kayu bakar. Tiba-tiba gerobak miring dan terjulurlah tangan manusia yang bengkak. Mereka berdua berusaha mengganjal gerobak yang rodanya mulai rusak ini.
Tanpa diketahui oleh mereka, Mus sudah berada di belakang dengan senter menyala. Wajahnya nampak kaget melihat sosok yang tertutup kain di atas gerobak. Ia tampak sedih.

Tiba-tiba dua orang warga pesisir muncul, membuat mereka terkejut.

19. EXT. DEPAN RUMAH NIRMA - PAGI.

Terlihat sebuah kerangka jendela yang miring tertanam di pasir, pemandangan di dalam jendela tersebut nampak kaki-kaki para pembongkar rumah satu persatu menyeret bagian rumah Nirma.

WARGA PESISIR 3 (O.S.)
Busuk?

WARGA PESISIR 1 (O.S.)
Busuk. Gue liat.

WARGA PESISIR 3 (O.S.)
Terus? Kok gue nggak denger ya? Emang udah sakit-sakitan dari lama sih ya si Malik tuh.

WARGA PESISIR 1 (O.S.)
Ya langsung kita kubur. Sama Mus juga kok. Chong juga nggak denger, bisa nggak jadi nih kalo dia sampe tau.

Nampak hanya jendela yang masih bertahan dari rumah Nirma yang sudah di bongkar. Lalu terlihat papan pemberitahuan baru di pasang oleh Mus, tertulis "dalam proses pembangunan tanggul dan tidak boleh ada yang membangun apa pun tanpa seizin pemilik".

Terlihat Nirma sedang melakukan kebiasannya di dalam rumah yang sudah tidak ada, ia menyalakan lilin yang sudah rusak terinjak, bermain dengan bonekanya yang semakin hancur di atas bambu-bambu yang ia coba rapikan lagi dengan ekspresi yang bahagia.
Mus melihat itu dengan sedih. Ia baru saja hendak menghampiri Nirma, ketika LIMA ORANG ANAKNYA YANG KECIL-KECIL MUNCUL.

ANAK MUS 1
(berteriak)
Bapak. Pulang.

Mus segera menoleh.

ANAK MUS 2
(berteriak)
Ketuban ibu pecah.

Mus langsung berlari dengan cepat ke arah mereka.

20. EXT. PANTAI - SIANG.

SESEORANG membuang sampah ke laut. Kondisi pantai sudah berubah, meski tetap kotor. Tanggul sudah mulai dibangun, terlihat SEJUMLAH PEKERJA yang beraktifitas mengaduk semen, memasang batu, dan mengangkut pasir.

Pada sebuah bangkai kapal yang catnya terkelupas, pesisir yang semakin berantakan, karung-karung pasir yang tersebar dimana-mana. Lalu TERDENGAR TAWA RIANG ANAK KECIL bermain di dalam kapal.

Sepasang kaki kecil mulai menaiki satu persatu kayu menuju tiang layar. Ternyata itu adalah Nirma yang terlihat semakin kusam dan rambutnya mulai mengeras hampir seperti gimbal, tangan kecil Nirma mencoba meraih bonekanya yang tergantung di ujung tiang bendera merah putih yang kusam.

Ada DUA ANAK KECIL hanya melihatnya dari bawah sambil mengernyitkan matanya dari matahari.

KEDUA ANAK KECIL
(bertepuk tangan)
Orang gila... Orang gila... Orang gila... Orang gila...



SELESAI
Draft 5, Maret 2009
PURNAMA DI PESISIR

Tidak ada komentar:

Posting Komentar